Tuesday 7 February 2012

Pertanian Organik-SRI


PERTANIAN ORGANIK

Sistem pertanian organik adalah sistem produksi holistik dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro ekosistem secara alami serta mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas dan berkelanjutan. Dalam prakteknya, pertanian organik dilakukan dengan cara : (1) Menghindari penggunaan bibit/benih hasil rekayasa genetika, (2) Menghindari penggunaan pestisida kimia sintetis (3) Pengendalian gulma, hama dan penyakit dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman, (4) Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh dan pupuk kimia sintetis, (5) Kesuburan dan produktivitas tanah ditingkatkan dan dipelihara dengan mengembalikan residu tanaman, pupuk kandang, dan batuan mineral alami, serta penanaman legum dan rotasi tanaman, dan (6) Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan aditif sintetis dalam makanan ternak (Deptan, 2002).
Pada dasarnya pertanian organik bertujuan untuk mempertahankan kelestarian sumberdaya dan lingkungan, peningkatan nilai tambah ekonomi produk pertanian dan  pendapatan petani. Penggunaan pupuk hijau, pupuk hayati, peningkatan biomasa, penyiapan kompos yang diperkaya dan pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit secara hayati diharapkan mampu memperbaiki kesehatan tanah sehingga hasil tanaman dapat ditingkatkan, tetapi aman dan menyehatkan manusia yang mengkonsumsi (Sutanto, 2002).
Budidaya padi organik termasuk budidaya padi yang menganut “System of Rice Intensification” (SRI). Dalam proses produksinya budidaya padi organik adalah system budidaya padi yang tidak menggunakan pestisida dan pupuk dari bahan kimia sintetis. Kesuburan tanah dipelihara melalui proses alami dengan menggunakan pupuk kandang atau limbah pertanian yang dikomposkan.

TEKNIK BUDIDAYA PADI SECARA S.R.I. (System Rice Intensification)

System of Rice Intensification adalah suatu teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara. Pola tanam padi S.R.I telah menunjukkan hasil yang menjanjikan pada semua varietas padi baik varietas lokal maupun varietas unggul baru di berbagai negara. Pola tanam S.R.I mengubah struktur tanaman padi yaitu kerapatan tanaman, jumlah akar dan anakan. Selain itu dalam S.R.I, tanaman padi dapat lebih produktif.

Prinsip-prinsip budidaya padi metode S.R.I
  • Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss), minimum bibit memiliki 3 plumula (daun pertama). 
  • Bibit ditanam satu/dua pohon perlubang dengan jarak 25cm  x 25 cm, 30 cm  x 30 cm, 35 cm  x 35 cm. 
  • Pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal (seperti huruf L).  
  • Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (Irigasi berselang/terputus).
  • Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari.
  • Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk hijau).
  • Menjaga keseimbangan biologi tanah.

Keunggulan metode S.R.I
  • Tanaman hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air max 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak ( Irigasi terputus).
  • Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg/ha. Tidak memerlukan biaya pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang dll.
  • Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 - 12 hss, dan waktu panen akan lebih awal.
  • Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton/ha
  • Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan Mikro-organisme Lokal), begitu juga penggunaan pestisida.

Budidaya padi secara S.R.I dapat dilakukan secara pure organic  atau semi organik. Budidaya padi S.R.I secara pure organic tidak dapat langsung diterapkan dari budidaya padi konvensional (high external input agricultural). Namun untuk menerapkan budidaya padi S.R.I pure organic terlebih dahulu melalui proses low external input agricultural atau yang lebih dikenal semi organik.
Pertanian organik merupakan sistem managemen produksi yang dapat meningkatkan kesehatan tanah maupun kualitas ekosistem tanah dan produksi tanaman. Dalam pelaksanaannya pertanian organik menitikberatkan pada penggunaan input yang dapat diperbaharui dan bersifat alami serta menghindari penggunaan input sintesis maupun produk rekayasa genetika. Sedangkan pertanian semi organik merupakan perpaduan antara bahan kimia dan bahan organik.
Langkah awal untuk memulai S.R.I organik adalah dengan mengembalikan jerami ke tanah. (lampiran 2). Pengembalian jerami ke dalam tanah memiliki peranan sebagai pupuk organik (kompos). Kompos memiliki peranann memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah. pupuk organik mampu mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah. Meningkatkan jumlah dan aktivitas metabolik jasad mikro di tanah dan memadai serta mnemperbaiki penampilan tanaman sehingga meningkatkan daya tahan tanaman atas penyakit dan meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksi.
Secara praktis, Royan (2005), mengemukakan bahwa dalam SRI, pupuk organik yang digunakan berupa pupuk kandang, kompos, dan pupuk organik cair (MOL). Pupuk kandang dibuat dari kotoran ayam dan kotoran domba/kambing. MOL juga digunakan sebagai bibit pupuk organik cair yang mengandung unsur cair yang dibuat dari hijauan seperti kalikiria, daun kirinyuh. Zat tumbuh adalah zat zyberelin yang terkandung dalam rebung dan pucuk labu. Keong (terutama keong mas) dan ikan sapu untuk kandungan protein dan buah-buahan untuk kandungan vitamin. Bahan-bahan tersebut dihaluskan dan dicampurkan dengan air gula atau air kelapa, dan difermentasikan selama 15 hari. Satu liter air bibit (larutan) dapat dicampur dengan 15 air untuk kemudian disemprotkan pada tanaman padi.     

Teknis Budidaya Padi secara SRI
A.    Pengolahan Tanah
Pengolahan tanah dilakukan dua minggu sebelum tanam. Adapun Tanah diolah sempurna dengan dibajak dan digaru.
Pada saat menggaru dan meratakan tanah, usahakan agar air tidak mengalir di dalam sawah supaya unsur hara yang ada di tanah tidak hanyut. Setelah tanah diratakan,buatlah parit di bagian pinggir dan tengah tiap petakan sawah untuk memudahkan pengaturan air.

B.     Persiapan Bibit
Persiapan bibit dimulai dengan menghitung kebutuhan benih padi yang digunakan. Kebutuhan benih untuk tanaman padi model SRI adalah 5-7 kg per hektar lahan. Benih sebelum disemai diuji dalam larutan air garam. Benih yang baik untuk dijadikan benih adalah benih yang tenggelam dalam larutan tersebut. Kemudian benih telah diuji direndam selama 24 jam kemudian ditiriskan dan diperam 2 hari. Setelah itu, benih disemaikan pada tanah dan pupuk organik atau kompos dengan perbandingan 1:1, benih semai siap ditanam ketika berumur 7-10 hari setelah semai.
Gambar 1. Benih padi yang direndam dalam larutan air garam
Gambar 2. Bibit yang sudah siap di pindah tanam (minimal terdapat 3 plumula)

C.    Penanaman
Adapun tahapan penanaman dalam S.R.I adalah sebagai berikut :
1)      Bibit siap dipindahkan ke lahan setelah mencapai umur 7 - 10 hari setelah semai
2)   Kondisi air pada saat tanam adalah “macak-macak” (Jawa.) atau kondisi tanah yang basah tetapi bukan tergenang.
3)  Satu  lubang tanam diisi satu bibit padi. Selain itu, bibit ditanam dangkal, yaitu pada kedalaman 2—3 cm dengan bentuk perakaran horizontal (seperti huruf L). Dengan kondisi tanah sawah tidak tergenang air.
4)    Jarak tanam yang digunakan dalam metode SRI adalah jarak tanam lebar, misalnya 25 cm x 25 cm atau 30 cm x 30 cm.
Gambar 3.  Proses pindah tanam pada petak ukuran yang telah ditentukan

D.    Pemupukan Setelah Tanam
1.      S.R.I  Organik
Pemberian pupuk pada SRI diarahkan kepada perbaikan kesehatan tanah dan penambahan
unsur hara yang berkurang setelah dilakukan pemanenan. Kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan sistem konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim taman. Pemberian pupuk organik dilakukan pada tahap pengolahan tanah kedua agar pupuk bisa menyatu dengan tanah. Setelah kondisi tanah membaik maka pupuk organik bisa berkurang disesuaikan dengan kebutuhan.

2.      S.R.I  Semi Organik
Pemupukan dilakukan 3X yaitu :
a.       Pemupukan Dasar
Dilakukan bersama dengan olah tanah. Meliputi NPK = 100 kg, UREA = 100 kg.
b.      Pemupukan susulan I dilakukan umur 15-20 hari setelah tanam. Meliputi UREA = 100 kg dan NPK =100 kg.
c.       Pemupukan Susulan II dilakukan ketika umur 40-50 hari setelah tanam. Meliputi  ZA = 50 kg dan NPK = 50 kg, KCl = 50 kg.

E.     Pengelolaan Air dan Penyiangan
Proses pengelolaan air dan penyiangan dalam S.R.I. dilakukan sebagai berikut :
1)      Ketika padi mencapai umur 1-8 hari sesudah tanam (HST), keadaan air di lahan adalah “macak-macak”.
2)      Sesudah padi mencapai umur 9-10 HST air kembali digenangkan dengan ketinggian 2-3 cm selama 1 malam saja. Ini dilakukan untuk memudahkan penyiangan tahap I
3)      Setelah selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi mencapai umur 18 HST.
4)      Umur 19-20 HST sawah kembali digenangi untuk memudahkan penyiangan tahap kedua.
5)      Selanjutnya setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1-2 cm dan kondisi ini dipertahankan sampai padi “masak susu” (± 15-20 hari sebelum panen).
6)      Kemudian sawah kembali dikeringkan sampai saat panen.

F.     Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman
Pengendalian hama dilakukan dengan sistem PHT ( Pengelolaan Hama Terpadu), sedangkan pengendalian gulma menggunakan tenaga manusia.
Untuk mengantisipasi serangan Hama Penyakit Tanaman (HPT), maka budidaya padi secara SRI dapat dilakukan dengan menggunakan jajar legowo. (lampiran 1)
Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 23 kali dengan interval 10 hari. 

G. PANEN
 
1) Panen dilakukan setelah tanaman tua ditandai dengan menguningnya bulirsecara merata.
2)    Bulir padi juga tidak akan berair apabila dicoba untuk digigit.
3)  Panen dengan metode SRI biasanya lebih awal dibandingkan dengan metode biasa, dihitung mulai dari persemaian.

Pertanian Padi Organik Metode SRI dan Konvesional .
Sistem tanam padi SRI, pada prakteknya memiliki banyak perbedaan dengan sistem tanam Konvensional (Tabel 3)
Tabel 3. Perbedaan sisten tanam padi SRI dengan sistem Konvensional
No
Komponen
Sistem Konvensional
SRI
1.
Kebutuhan Benih
30-40 kg/ha
5-7 kg/ha
2.
Pengujian Benih
Tidak dilakukan
Dilakukan pengujian
3.
Umur Di Persemaian
20-30 HSS
7-10 HSS
4.
Pengolahan Tanah
2-3 kali (struktur lumpur)
3 kali (struktur lumpur dan rata)
5.
Jumlah Tanaman/lubang
Tidak teratur
1-2 pohon/lubang
6.
Posisi Akar waktu Tanam
Tidak Teratur
Posisi akar horizontal (L)
7.
Pengairan
Terus digenangi
Di sesuaikan dengan kebutuhan (macak-macak)
8.
Pemupukan
Mengutamakan pupuk Kimia
Pupuk Kimia dan Organik
9.
Penyiangan
Diarahkan pada pemberantasan gulma
Diarahkan pada pengelolaan perakaran
10.
Rendemen
50-60%
6-70%
HSS = Hari Setelah Semai

Perbedaan Hasil Cara SRI dengan Konvensional
Kebutuhan pupuk organik dan pestisida untuk padi organik metode SRI dapat diperoleh dengan cara mencari dan membuatnya sendiri. Pembuatan kompos sebagai pupuk dilakukan dengan memanfaatkan kotoran hewan, sisa tumbuhan dan sampah rumah tangga dengan menggunakan aktifator MOL(Mikro-organisme Lokal) buatan sendiri, begitu pula dengan pestisida dicari dari tumbuhan behasiat sebagai pengendali hama. Dengan demikian biaya yang keluarkan menjadi lebih efisien dan murah. Penggunaan pupuk organik dari musim pertama ke musim berikutnya mengalami penurunan rata-rata 25% dari musim sebelumnya. Sedangkan pada metode konvensional pemberian pupuk anorganik dari musim ke musim cenderung meningkat, kondisi ini akan lebih sulit bagi petani konvensional untuk dapat meningkatkan produsi apalagi bila dihadapkan pada kelangkaan pupuk dikala musim tanam tiba. Pemupukan dengan bahan organik dapat memperbaiki kondisi tanah baik fisik, kimia maupun biologi tanah, sehingga pengolahan tanah untuk metode SRI menjadi lebih mudah dan murah, sedangkan pengolahan tanah yang menggunakan pupuk anorganik terus menerus kondisi tanah semakin kehilangan bahan organik dan kondisi tanah semakin berat, mengakibatkan pengolahan semakin sulit.

Manfaat Sistem SRI
Secara umum manfaat dari budidaya metode SRI adalah sebagai berikut  :
  1. Hemat air (tidak digenang), Kebutuhan air hanya 20-30% dari kebutuhan air untuk cara Konvensional.
  2. Memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan ekologi tanah.
  3. Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pertisida kimia buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka.
  4. Membuka lapangan kerja dipedesaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan keluarga petani.
  5. menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak mengandung residu kimia 
  6. mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang

BUDIDAYA SECARA JAJAR LEGOWO 2:1

Cara tanam padi jajar legowo merupakan salah satu teknik produksi yang memungkinkan tanaman padi dapat menghasilkan produksi yang cukup tinggi serta memberikan kemudahan dalam aplikasi pupuk dan pengendalian organisme pengganggu tanaman.
Jajar Legowo 2 : 1 (40 cm x (20 cm x 10 – 15 cm)) adalah salah satu cara tanam pindah sawah yang memberikan ruang (barisan yang tidak ditanami) pada setiap dua barisan tanam, tetapi jarak tanam dalam barisan lebih rapat yaitu 10 cm tergantung dari kesuburan tanahnya.
Tujuan dari cara tanam jajar legowo 2 : 1 adalah :
  1. Memamfaatkan radiasi surya bagi tanaman pinggir.
  2. Tanaman relatif aman dari serangan tikus, karena lahan lebih terbuka.
  3. Menekan serangan penyakit karena rendahnya kelembaban dibandingkan dengan cara tanam biasa.
  4. Populasi tanaman bertambah 30 %.
  5. Pemupukan lebih efisien.
  6. Pengendalian hama penyakit dan gulma lebih mudah dilakukan daripada cara tanam biasa.
Gambar 3. Sistem Budidaya Padi Jajar Legowo 2:1


Mengembalikan Jerami Ke Dalam Sawah.
Pengembalian jerami ke dalam sawah merupakan salah satu upaya mewujudkan pertanian organik. Adapun pengembalian jerami ke dalam sawah berupa kompos jerami.
Cara pembuatan kompos jerami adalah sebagi berikut:
  1. Jerami ditumpuk dengan ketinggian mencapai 15-20 cm, tumpukan dapat diulang sampai mencapai ketinggian + 1 meter.
  2. Pada setiap lapisan jerami dicipratkan larutan dekomposer.
  3. Kondisi optimum jerami yang akan dikomposkan berada pada kadar air 50-65%
  4. Bagian atas tumpukan jerami ditutup dengan plastik berwarna gelap untuk mempertahankan kelembaban dan untuk menghindari tumpukan terguyur hujan atau terkena panas matahari yang berlebihan
  5. Dilakukan pembalikan seminggu sekali.
  6. Kompos akan matang pada umur 6-7 minggu. Kompos yang matang berwarna kecoklatan dan tumpukan jerami terlihat mengempis hampir setengahnya.
  7. Kompos dibongkar dan diangin-anginkan. 
Gambar 4. Tumpukan Jerami yang akan dijadikan kompos.




No comments:

Post a Comment