PERTANIAN
ORGANIK
Sistem pertanian organik adalah sistem produksi
holistik dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro ekosistem
secara alami serta mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, berkualitas
dan berkelanjutan. Dalam prakteknya, pertanian organik dilakukan dengan cara : (1)
Menghindari penggunaan bibit/benih hasil rekayasa genetika, (2) Menghindari
penggunaan pestisida kimia sintetis (3) Pengendalian gulma, hama dan penyakit
dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman, (4) Menghindari
penggunaan zat pengatur tumbuh dan pupuk kimia sintetis, (5) Kesuburan dan
produktivitas tanah ditingkatkan dan dipelihara dengan mengembalikan residu
tanaman, pupuk kandang, dan batuan mineral alami, serta penanaman legum dan
rotasi tanaman, dan (6) Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan aditif
sintetis dalam makanan ternak (Deptan, 2002).
Pada dasarnya pertanian organik bertujuan untuk
mempertahankan kelestarian sumberdaya dan lingkungan, peningkatan nilai tambah
ekonomi produk pertanian dan pendapatan
petani. Penggunaan pupuk hijau, pupuk hayati, peningkatan biomasa, penyiapan
kompos yang diperkaya dan pelaksanaan pengendalian hama dan penyakit secara
hayati diharapkan mampu memperbaiki kesehatan tanah sehingga hasil tanaman dapat
ditingkatkan, tetapi aman dan menyehatkan manusia yang mengkonsumsi (Sutanto, 2002).
Budidaya padi organik termasuk budidaya padi yang
menganut “System of Rice Intensification”
(SRI). Dalam proses produksinya budidaya padi organik adalah system budidaya
padi yang tidak menggunakan pestisida dan pupuk dari bahan kimia sintetis.
Kesuburan tanah dipelihara melalui proses alami dengan menggunakan pupuk
kandang atau limbah pertanian yang dikomposkan.
TEKNIK
BUDIDAYA PADI SECARA S.R.I. (System Rice
Intensification)
System of Rice Intensification adalah
suatu teknik budidaya padi yang mampu meningkatkan produktifitas padi dengan
cara mengubah pengelolaan tanaman, tanah, air dan unsur hara. Pola tanam padi S.R.I
telah menunjukkan hasil yang menjanjikan pada semua varietas padi baik varietas
lokal maupun varietas unggul baru di berbagai negara. Pola tanam S.R.I mengubah
struktur tanaman padi yaitu kerapatan tanaman, jumlah akar dan anakan. Selain
itu dalam S.R.I, tanaman padi dapat lebih produktif.
Prinsip-prinsip
budidaya padi metode S.R.I
- Tanaman bibit muda berusia kurang dari 12 hari setelah semai (hss), minimum bibit memiliki 3 plumula (daun pertama).
- Bibit ditanam satu/dua pohon perlubang dengan jarak 25cm x 25 cm, 30 cm x 30 cm, 35 cm x 35 cm.
- Pindah tanam harus sesegera mungkin (kurang dari 30 menit) dan harus hati-hati agar akar tidak putus dan ditanam dangkal (seperti huruf L).
- Pemberian air maksimal 2 cm (macak-macak) dan periode tertentu dikeringkan sampai pecah (Irigasi berselang/terputus).
- Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2-3 kali dengan interval 10 hari.
- Sedapat mungkin menggunakan pupuk organik (kompos atau pupuk hijau).
- Menjaga keseimbangan biologi tanah.
Keunggulan
metode S.R.I
- Tanaman hemat air, Selama pertumbuhan dari mulai tanam sampai panen memberikan air max 2 cm, paling baik macak-macak sekitar 5 mm dan ada periode pengeringan sampai tanah retak ( Irigasi terputus).
- Hemat biaya, hanya butuh benih 5 kg/ha. Tidak memerlukan biaya pencabutan bibit, tidak memerlukan biaya pindah bibit, tenaga tanam kurang dll.
- Hemat waktu, ditanam bibit muda 5 - 12 hss, dan waktu panen akan lebih awal.
- Produksi meningkat, di beberapa tempat mencapai 11 ton/ha
- Ramah lingkungan, tidak menggunaan bahan kimia dan digantikan dengan mempergunakan pupuk organik (kompos, kandang dan Mikro-organisme Lokal), begitu juga penggunaan pestisida.
Budidaya padi secara S.R.I dapat dilakukan secara pure organic atau semi organik. Budidaya padi S.R.I secara pure organic tidak dapat langsung
diterapkan dari budidaya padi konvensional (high
external input agricultural). Namun untuk menerapkan budidaya padi S.R.I pure organic terlebih dahulu melalui
proses low external input agricultural
atau yang lebih dikenal semi organik.
Pertanian organik merupakan sistem managemen
produksi yang dapat meningkatkan kesehatan tanah maupun kualitas ekosistem
tanah dan produksi tanaman. Dalam pelaksanaannya pertanian organik
menitikberatkan pada penggunaan input yang dapat diperbaharui dan bersifat alami
serta menghindari penggunaan input sintesis maupun produk rekayasa genetika.
Sedangkan pertanian semi organik merupakan perpaduan antara bahan kimia dan
bahan organik.
Langkah awal untuk memulai S.R.I organik adalah
dengan mengembalikan jerami ke tanah. (lampiran 2). Pengembalian jerami ke
dalam tanah memiliki peranan sebagai pupuk organik (kompos). Kompos memiliki
peranann memperbaiki sifat fisika dan kimia tanah. pupuk organik mampu
mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah. Meningkatkan jumlah dan
aktivitas metabolik jasad mikro di tanah dan memadai serta mnemperbaiki
penampilan tanaman sehingga meningkatkan daya tahan tanaman atas penyakit dan
meningkatkan kualitas dan kuantitas hasil produksi.
Secara praktis, Royan (2005), mengemukakan bahwa dalam
SRI, pupuk organik yang digunakan berupa pupuk kandang, kompos, dan pupuk
organik cair (MOL). Pupuk kandang dibuat dari kotoran ayam dan kotoran
domba/kambing. MOL juga digunakan sebagai bibit pupuk organik cair yang
mengandung unsur cair yang dibuat dari hijauan seperti kalikiria, daun
kirinyuh. Zat tumbuh adalah zat zyberelin yang terkandung dalam rebung
dan pucuk labu. Keong (terutama keong mas) dan ikan sapu untuk kandungan
protein dan buah-buahan untuk kandungan vitamin. Bahan-bahan tersebut dihaluskan
dan dicampurkan dengan air gula atau air kelapa, dan difermentasikan selama 15
hari. Satu liter air bibit (larutan) dapat dicampur dengan 15 air untuk
kemudian disemprotkan pada tanaman padi.
Teknis
Budidaya Padi secara SRI
A.
Pengolahan
Tanah
Pengolahan tanah dilakukan dua minggu sebelum tanam. Adapun Tanah
diolah sempurna dengan dibajak dan digaru.
Pada saat menggaru dan meratakan tanah, usahakan agar air
tidak mengalir di dalam sawah supaya unsur hara yang ada di tanah tidak hanyut.
Setelah tanah diratakan,buatlah parit di bagian pinggir dan tengah tiap petakan
sawah untuk memudahkan pengaturan air.
B.
Persiapan
Bibit
Persiapan bibit dimulai dengan menghitung kebutuhan benih
padi yang digunakan. Kebutuhan benih untuk tanaman padi model SRI adalah 5-7 kg
per hektar lahan. Benih sebelum disemai diuji dalam larutan air garam. Benih
yang baik untuk dijadikan benih adalah benih yang tenggelam dalam larutan
tersebut. Kemudian benih telah diuji direndam selama 24 jam kemudian ditiriskan
dan diperam 2 hari. Setelah itu, benih disemaikan pada tanah dan pupuk organik
atau kompos dengan perbandingan 1:1, benih semai siap ditanam ketika berumur
7-10 hari setelah semai.
Gambar
1. Benih padi yang direndam dalam larutan air garam
Gambar 2. Bibit yang sudah
siap di pindah tanam (minimal terdapat 3 plumula)
C.
Penanaman
Adapun tahapan
penanaman dalam S.R.I adalah sebagai berikut :
1) Bibit
siap dipindahkan ke lahan setelah mencapai umur 7 - 10 hari setelah semai
2) Kondisi
air pada saat tanam adalah “macak-macak” (Jawa.) atau kondisi tanah yang basah
tetapi bukan tergenang.
3) Satu
lubang tanam diisi satu bibit padi. Selain itu, bibit ditanam dangkal, yaitu
pada kedalaman 2—3 cm dengan bentuk perakaran horizontal (seperti huruf L).
Dengan kondisi tanah sawah tidak tergenang air.
4) Jarak
tanam yang digunakan dalam metode SRI adalah jarak tanam lebar, misalnya 25 cm
x 25 cm atau 30 cm x 30 cm.
Gambar 3. Proses pindah tanam pada petak ukuran yang
telah ditentukan
D.
Pemupukan
Setelah Tanam
1.
S.R.I Organik
Pemberian
pupuk pada SRI diarahkan kepada perbaikan kesehatan tanah dan penambahan
unsur hara yang berkurang setelah
dilakukan pemanenan. Kebutuhan pupuk organik pertama setelah menggunakan sistem
konvensional adalah 10 ton per hektar dan dapat diberikan sampai 2 musim taman.
Pemberian pupuk organik dilakukan pada tahap pengolahan tanah kedua agar pupuk
bisa menyatu dengan tanah. Setelah kondisi tanah membaik maka pupuk organik
bisa berkurang disesuaikan dengan kebutuhan.
2.
S.R.I
Semi Organik
Pemupukan
dilakukan 3X yaitu :
a.
Pemupukan
Dasar
Dilakukan bersama
dengan olah tanah. Meliputi NPK = 100 kg, UREA = 100 kg.
b. Pemupukan
susulan I dilakukan umur 15-20 hari setelah tanam. Meliputi UREA = 100 kg dan
NPK =100 kg.
c. Pemupukan
Susulan II dilakukan ketika umur 40-50 hari setelah tanam. Meliputi ZA = 50 kg dan NPK = 50 kg, KCl = 50 kg.
E. Pengelolaan Air dan Penyiangan
Proses pengelolaan air dan penyiangan dalam S.R.I. dilakukan
sebagai berikut :
1) Ketika
padi mencapai umur 1-8 hari sesudah tanam (HST), keadaan air di lahan adalah
“macak-macak”.
2) Sesudah
padi mencapai umur 9-10 HST air kembali digenangkan dengan ketinggian 2-3 cm
selama 1 malam saja. Ini dilakukan untuk memudahkan penyiangan tahap I
3) Setelah
selesai disiangi, sawah kembali dikeringkan sampai padi mencapai umur 18 HST.
4) Umur
19-20 HST sawah kembali digenangi untuk memudahkan penyiangan tahap kedua.
5) Selanjutnya
setelah padi berbunga, sawah diairi kembali setinggi 1-2 cm dan kondisi ini
dipertahankan sampai padi “masak susu” (± 15-20 hari sebelum panen).
6) Kemudian
sawah kembali dikeringkan sampai saat panen.
F.
Pengendalian
Hama dan Penyakit Tanaman
Pengendalian hama dilakukan dengan sistem PHT ( Pengelolaan
Hama Terpadu), sedangkan pengendalian gulma menggunakan tenaga manusia.
Untuk mengantisipasi serangan Hama Penyakit Tanaman (HPT),
maka budidaya padi secara SRI dapat dilakukan dengan menggunakan jajar legowo. (lampiran
1)
Penyiangan sejak awal sekitar 10 hari dan diulang 2‐3
kali dengan interval 10 hari.
G. PANEN
1) Panen
dilakukan setelah tanaman tua ditandai dengan menguningnya bulirsecara merata.
2) Bulir
padi juga tidak akan berair apabila dicoba untuk digigit.
3) Panen
dengan metode SRI biasanya lebih awal dibandingkan dengan metode biasa,
dihitung mulai dari persemaian.
Pertanian Padi Organik Metode SRI
dan Konvesional .
Sistem
tanam padi SRI, pada prakteknya memiliki banyak perbedaan dengan sistem tanam
Konvensional (Tabel 3)
Tabel 3. Perbedaan sisten tanam
padi SRI dengan sistem Konvensional
No
|
Komponen
|
Sistem
Konvensional
|
SRI
|
1.
|
Kebutuhan
Benih
|
30-40
kg/ha
|
5-7
kg/ha
|
2.
|
Pengujian
Benih
|
Tidak
dilakukan
|
Dilakukan
pengujian
|
3.
|
Umur
Di Persemaian
|
20-30
HSS
|
7-10
HSS
|
4.
|
Pengolahan
Tanah
|
2-3 kali
(struktur lumpur)
|
3 kali
(struktur lumpur dan rata)
|
5.
|
Jumlah
Tanaman/lubang
|
Tidak
teratur
|
1-2
pohon/lubang
|
6.
|
Posisi Akar
waktu Tanam
|
Tidak
Teratur
|
Posisi akar
horizontal (L)
|
7.
|
Pengairan
|
Terus
digenangi
|
Di
sesuaikan dengan kebutuhan (macak-macak)
|
8.
|
Pemupukan
|
Mengutamakan
pupuk Kimia
|
Pupuk Kimia
dan Organik
|
9.
|
Penyiangan
|
Diarahkan
pada pemberantasan gulma
|
Diarahkan
pada pengelolaan perakaran
|
10.
|
Rendemen
|
50-60%
|
6-70%
|
HSS = Hari Setelah Semai
Perbedaan Hasil Cara SRI dengan
Konvensional
Kebutuhan
pupuk organik dan pestisida untuk padi organik metode SRI dapat diperoleh
dengan cara mencari dan membuatnya sendiri. Pembuatan kompos sebagai pupuk
dilakukan dengan memanfaatkan kotoran hewan, sisa tumbuhan dan sampah rumah
tangga dengan menggunakan aktifator MOL(Mikro-organisme Lokal) buatan sendiri,
begitu pula dengan pestisida dicari dari tumbuhan behasiat sebagai pengendali
hama. Dengan demikian biaya yang keluarkan menjadi lebih efisien dan murah.
Penggunaan pupuk organik dari musim pertama ke musim berikutnya mengalami
penurunan rata-rata 25% dari musim sebelumnya. Sedangkan pada metode konvensional
pemberian pupuk anorganik dari musim ke musim cenderung meningkat, kondisi ini
akan lebih sulit bagi petani konvensional untuk dapat meningkatkan produsi
apalagi bila dihadapkan pada kelangkaan pupuk dikala musim tanam tiba.
Pemupukan dengan bahan organik dapat memperbaiki kondisi tanah baik fisik,
kimia maupun biologi tanah, sehingga pengolahan tanah untuk metode SRI menjadi
lebih mudah dan murah, sedangkan pengolahan tanah yang menggunakan pupuk
anorganik terus menerus kondisi tanah semakin kehilangan bahan organik dan
kondisi tanah semakin berat, mengakibatkan pengolahan semakin sulit.
Manfaat Sistem SRI
Secara umum manfaat dari budidaya
metode SRI adalah sebagai berikut :
- Hemat air (tidak digenang), Kebutuhan air hanya 20-30% dari kebutuhan air untuk cara Konvensional.
- Memulihkan kesehatan dan kesuburan tanah, serta mewujudkan keseimbangan ekologi tanah.
- Membentuk petani mandiri yang mampu meneliti dan menjadi ahli di lahannya sendiri. Tidak tergantung pada pupuk dan pertisida kimia buatan pabrik yang semakin mahal dan terkadang langka.
- Membuka lapangan kerja dipedesaan, mengurangi pengangguran dan meningkatkan pendapatan keluarga petani.
- menghasilkan produksi beras yang sehat rendemen tinggi, serta tidak mengandung residu kimia
- mewariskan tanah yang sehat untuk generasi mendatang
BUDIDAYA SECARA JAJAR LEGOWO 2:1
Cara tanam padi jajar legowo merupakan salah satu teknik produksi yang
memungkinkan tanaman padi dapat menghasilkan produksi yang cukup tinggi serta memberikan
kemudahan dalam aplikasi pupuk dan pengendalian organisme pengganggu tanaman.
Jajar
Legowo 2 : 1 (40 cm x (20 cm x 10 – 15 cm)) adalah salah satu cara tanam pindah
sawah yang memberikan ruang (barisan yang tidak ditanami) pada setiap dua
barisan tanam, tetapi jarak tanam dalam barisan lebih rapat yaitu 10 cm
tergantung dari kesuburan tanahnya.
Tujuan dari cara tanam
jajar legowo 2 : 1 adalah :
- Memamfaatkan radiasi surya bagi tanaman pinggir.
- Tanaman relatif aman dari serangan tikus, karena lahan lebih terbuka.
- Menekan serangan penyakit karena rendahnya kelembaban dibandingkan dengan cara tanam biasa.
- Populasi tanaman bertambah 30 %.
- Pemupukan lebih efisien.
- Pengendalian hama penyakit dan gulma lebih mudah dilakukan daripada cara tanam biasa.
Gambar 3. Sistem Budidaya Padi Jajar
Legowo 2:1
Mengembalikan Jerami Ke Dalam Sawah.
Pengembalian jerami ke dalam sawah merupakan salah satu upaya mewujudkan
pertanian organik. Adapun pengembalian jerami ke dalam sawah berupa kompos jerami.
Cara pembuatan kompos jerami adalah sebagi berikut:
- Jerami ditumpuk dengan ketinggian mencapai 15-20 cm, tumpukan dapat diulang sampai mencapai ketinggian + 1 meter.
- Pada setiap lapisan jerami dicipratkan larutan dekomposer.
- Kondisi optimum jerami yang akan dikomposkan berada pada kadar air 50-65%
- Bagian atas tumpukan jerami ditutup dengan plastik berwarna gelap untuk mempertahankan kelembaban dan untuk menghindari tumpukan terguyur hujan atau terkena panas matahari yang berlebihan
- Dilakukan pembalikan seminggu sekali.
- Kompos akan matang pada umur 6-7 minggu. Kompos yang matang berwarna kecoklatan dan tumpukan jerami terlihat mengempis hampir setengahnya.
- Kompos dibongkar dan diangin-anginkan.
Gambar 4. Tumpukan Jerami yang akan dijadikan kompos.
No comments:
Post a Comment