Pengendalian HAMA dan PENYAKIT secara TERPADU (PHT)
- Organisasi Pengganggu Tanaman (OPT)
Pada budidaya tanaman umumnya, OPT merupakan salah
satu kendala yang perlu diperhatikan dan ditanggulangi. Perkembangan serangan
OPT yang tidak dapat dikendalikan, akan berdampak kepada timbulnya
masalah-masalah lain yang bersifat sosial, ekonomi, dan ekologi.
Organisme pengganggu tanaman
adalah semua organisme yang dapat menyebabkan penurunan potensi hasil yang
secara langsung karena menimbulkan kerusakan fisik, gangguan fisiologi dan
biokimia, atau kompetisi hara terhadap tanaman budidaya. Organisme Pengganggu
tanaman dikelompokan menjadi 3 kelompok utama yaitu Hama, Penyakit, dan Gulma.
A. Hama Tanaman
Hama adalah semua organisme atau
agens biotik yang merusak
tanaman dengan cara yang bertentangan dengan kepentingan manusia (Smith,
1983). Sedangkan Menurut Nas (1978), serangga dikatakan hama apabila serangga tersebut mengurangi kualitas dan
kuantitas bahan makanan, pakan ternak, tanaman serat, hasil pertanian atau
panen, pengolahan dan dalam penggunaannya serta dapat bertindak sebagai vektor
penyakit pada tanaman, binatang dan manusia, dapat merusak tanaman hias, bunga
serta merusak bahan bangunan dan milik pribadi lainnya. Dilihat
dari jenis atau status hama di lapangan, hama terbagi atas :
- Hama Utama (Main Pest). Hama utama merupakan spesies hama yang selalu menyerang pada suatu tempat, dengan intensitas serangan yang berat dalam daerah yang luas sehingga memerlukan usaha pengendalian. Kelompok hama ini mendatangkan kerugian bagi petani. Biasanya pada suatu agroekosistem hanya terdapat satu atau dua hama utama.
- Hama Minor/hama kadangkala/hama kedua (secondary pest) adalah hama yang pada keadaan normal akan menyebabkan kerusakan yang kurang berarti tetapi kemungkinan adanya perubahan ekosistem akan meningkatkan populasi sehingga intensitas serangan sangat merugikan. Dengan demikian status hama tersebut berubah menjadi hama utama.
- Hama Potensil (Potensial pest) merupakan sebagian besar jenis serangga herbivora yang saling berkompetisi dalam memperoleh makanan. Kelompok hama ini, tidak mendatangkan kerugian yang berarti dan tidak membahayakan dalam kondisi pengelolaan agroekosistem yang normal. Namun karena kedudukannya dalam rantai makanan, kelompok populasi hama ini berpotensi meningkat dan dapat menjadi hama yang membahayakan.
- Hama Migran (Migratory pest), merupakan hama yang tidak berasal dari agroekosistem setempat. Kelompok hama ini datang dari luar, dan sifatnya berpindah-pindah (migran). Kelompok hama migran jika datang pada suatu tempat dapat menimbulkan kerusakan yang berarti. Namun hanya dalam jangka waktu yang pendek, karena akan berpindah ke daerah lain.
B. Penyakit Tumbuhan
Penyakit Tumbuhan adalah gangguan
secara fisiologis pada tumbuhan yang bersifat terus-menerus yang diekspresikan
dengan gejala penyakit seperti pertumbuhan yang abnormal. Penyakit
tumbuhan menganut konsep segitiga penyakit (disease triangle) (Blanchard
dan Tattar, 1981). Segitiga penyakit tersebut terdiri atas tiga komponen yaitu
tanaman inang, patogen, dan lingkungan. Namun konsep segitiga penyakit
berkembang menjadi konsep segiempat penyakit (disease squaire). Dalam
konsep segiempat penyakit ditambahkan satu komponen lagi yang berperan dalam
menimbulkan penyakit tanaman yaitu manusia.
Tanaman
Inang
Pengaruh tanaman inang
terhadapnya timbulnya suatu penyakit tergantung dari jenis tanaman inang,
kerentanan tanaman, bentuk dan tingkat pertumbuhan tanaman, struktur dan
kerapatan populasi,serta kesehatan tanaman dan ketahanan inang.
Patogen
Patogen adalah
organisme hidup yang mayoritas bersifat mikro dan mampu untuk dapat menimbulkan
penyakit pada tanaman atau tumbuhan. Mikroorganisme tersebut antara lain fungi,
bakteri, virus, nematoda, mikoplasma, spiroplasma, dan riketsia serta tumbuhan
tingkat tinggi.
Suatu
organisme disebut patogen apabila dapat memenuhi postulat Koch yaitu :
1. Patogen
ditemukan pada pohon yang terserang patogen
2. Patogen
dapat diisolasi dan diidentifikasi
3. Patogen
dapat diinokulasikan pada spesies inang yang sama dan menunjukkan gejala yang
sama
4. Dapat
diisolasi kembali
Pengaruh komponen patogen
dalam timbulnya penyakit sangat tergantung pada kehadiran patogen, jumlah
populasi patogen, kemampuan patogen untuk menimbulkan penyakit yaitu berupa
kemampuan menginfeksi (virulensi) dan kemampuan menyerang tanaman inang
(agresivitas), kemampuan adaptasi patogen, penyebaran, ketahanan hidup dan
kemampuan berkembangbiak patogen.
Lingkungan
Faktor lingkungan yang
dapat memberikan pengaruh terhadap timbulnya suatu penyakit. Faktor lingkungan
tersebut berupa suhu udara, intensitas dan lama curah hujan, intensitas dan
lama embun, suhu tanah, kandungan air tanah, kesuburan tanah, kandungan bahan
organik, angin, api, dan pencemaran air. Faktor lingkungan memberikan pengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman inang dan menciptakan kondisi yang sesuai bagi
kehidupan jenis patogen tertentu.
Manusia
Manusia mempengaruhi
ketiga faktor yang lain (tanaman inang, patogen, dan lingkungan) baik secara
langsung maupun tidak langsung. Contoh agar suatu penyakit tidak menyerang,
maka manusia memilih tanaman yang resisten, memanipulasi ketahanan jenis
tanaman yang akan dibudidayakan, mengusahakan lingkungan pertanaman agar mengurangi
serangan patogen, serta melakukan kegiatan dalam pengelolaan tanaman
(pengaturan jarak tanam, pencampuran jenis, penjarangan.
C. Gulma
Gulma adalah tumbuhan
yang kehadirannya tidak diinginkan pada lahan pertanian karena menurunkan hasil
yang bisa dicapai oleh tanaman produksi. Keberadaan gulma mengganggu tanaman
budidaya karena adanya kompetisi penyerapan unsur hara, air, dan ruang.
Peran PHT dalam Pertanian Berkelanjutan
Pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman secara Terpadu (PHT) memiliki arti penting dalam mendukung
adanya pertanian berkelanjutan. Hal ini dikarenakan konsep dalam PHT selaras
dengan konsep dalam Pertanian Berkelanjutan. Disamping itu, PHT dan Pertanian Berkelanjutan
merupakan suatu kebijakan pemerintah yang disahkan dalam Undang-Undang. Adapun Landasan
hukum dan dasar pelaksanaan kegiatan perlindungan tanaman adalah Undang-Undang
No. 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah No. 6
Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan Menteri Pertanian No.
887/Kpts/ OT/9/1997 tentang Pedoman Pengendalian OPT.
Pengendalian Hama dan Penyakit
Terpadu (PHT) atau Integrated Pest
Management (IPM) merupakan komponen integral dari Sistem Pertanian
Berkelanjutan. PHT bertujuan tidak hanya mengendalikan populasi hama tetapi
juga meningkatkan produksi dan kualitas produksi serta meningkatkan penghasilan
dan kesejahteraan petani. Cara dan metode yang digunakan adalah dengan
memadukan teknik-teknik pengendalian hama secara kompatibel serta tidak
membahayakan kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
Pengendalian Hama dan Penyakit Terpadu merupakan suatu pendekatan
ekologi yang bersifat multidisiplin untuk pengelolaan populasi hama dengan
memanfaatkan beranekaragam teknik pengendalian secara kompatibel dalam suatu
kesatuan koordinasi pengelolaan (Smith, 1978). Sedangkan menurut Bottrell 1979,
PHT adalah pemilihan secara cerdik dari penggunaan tindakan pengendalian hama,
yang dapat menjamain hasil yang menguntungkan dilihat dari segi ekonomi,
ekologi, dan sosiologi.
PHT memiliki tujuan mengendalikan
populasi hama agar tetap berada dibawah ambang yang tidak merugikan secara
ekonomi. Strategi PHT bukanlah eradikasi melainkan pembatasan. Pengendalian
hama dengan PHT disebut pengendalian secara
multilateral, yaitu menggunakan semua metode atau teknik yang dikenal
dan penerapannya tidak menimbulkan kerusakan lingkungan yang merugikan bagi
hewan, manusia, dan makhluk hidup laninya baik sekarang maupun pada masa yang
akan datang.
Konsep PHT tidak tergantung pada
teknik pengendalian hama dan pengelolaan eksosistem tertentu tetapi PHT
tergantung pada keberdayaan atau kemandirian petani dalam mengambil keputusan.
Dalam mengembangkan sistem PHT didasarkan pada keadaan agroekosistem setempat.
Sehingga pengembangan PHT pada suatu daerah boleh jadi berbeda dengan
pengembangan di daerah lain. Sistem PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem
dan sosial ekonomi masyarakat petani setempat.
Sasaran dan Strategi Pengembangan PHT
Sasaran dan Strategi Pengembangan PHT
Menurut Smith dan Apple (1978), langkah-langkah
pokok yang perlu dikerjakan dalam pengembangan PHT adalah:
- Mengenal status hama yang dikelola, Pengenalannya meliputi perilaku hama, dinamika perkembangan populasi, tingkat kesukaan makanan, dan tingkat kerusakan yang diakibatkannya. Dalam suatu agroekosistem, kelompok hama dikategorikan atas hama utama, hama minor, hama potensil, hama migran, dan bukan hama.
- Mempelajari komponen saling ketergantungan dalam ekosistem. Salah satu komponen ekosistem yang perlu ditelaah dan dipelajari adalah yang mempengaruhi dinamika perkembangan populasi hama-hama utama. Contohnya adalah menginventarisir musuh-musuh alami, sekaligus mengetahui potensi musuh alami sebagai pengendali alami. Interaksi berbagai komponen biotik dan abiotik, dinamika populasi hama dan musuh alami, studi fenologi tanaman dan hama, studi sebaran hama merupakan komponen yang sangat diperlukan dalam menetapkan strategi pengendalian hama yang tepat.
- Penetapan dan pengembangan Ambang Ekonomi. Ambang ekonomi atau ambang pengendalian merupakan ketetapan tentang pengambilan keputusan, kapan harus dilaksanakan penggunaan pestisida sebagi alternatif terakhir pengendalian. Untuk menetapkan ambang ekonomi dibutuhkan banyak informasi data biologi, ekologi serta ekonomi. Penetapan kerusakan / kerugian produksi dan hubungannya dengan populasi hama, analisis biaya dan manfaat penggendalian merupakan bagian yang penting dalam penetapkan ambang ekonomi.
- Pengembangan sistem pengamatan dan monitoring hama. Pengamatan atau monitoring hama secara rutin dan terorganisasi dengan baik diperlukan untuk mengetahui kepadatan populasi hama pada suatu waktu dan tempat. Metode pengambilan sampel di lapang dilakukan secara benar agar data yang diperoleh dapat dipercaya secara statistik. Disamping itu jaringan dan organisasi monitoring juga perlu dikembangkan agar dapat menjamin ketepatan dan kecepatan arus informasi dari lapangan ke pihak pengambil keputusan pengendalian hama.
- Pengembangan model diskriptif dan peramalan hama. Pengetahuan akan gejolak populasi hama dan hubungannya dengan komponen-komponen ekosistem mendorong perlu dikembangkannya model kuantitatif yang dinamis. Dimana model tersebut menggambarkan gejolak populasi dan kerusakan yang ditimbulkan pada waktu yang akan datang. Sehingga, dinamika populasi hama dapat diperkirakan sekaligus dapat memberikan pertimbangan bagaimana penanganan pengendalian agar tidak sampai terjadi ledakan populasi yang merugikan secara ekonomi.
- Pengembangan strategi pengelolaan hama. Strategi dasar PHT adalah menggunakan taktik pengendalian ganda dalam suatu kesatuan sistem yang terkoordinasi. Strategi PHT mengusahakan agar populasi atau kerusakan yang ditimbulkan hama tetap berada dibawah ambang ekonomi. Adapun beberapa taktik dasar PHT antara lain :
a) Memanfaatkan
pengendalian hayati yang asli ditempat tersebut (indigenous),
b) Mengoptimalkan
pengelolaan lingkungan melalui penerapan kultur teknik yang baik,
c) Penggunaan
pestisida yang selektif sebagai alternatif pengendalian terakhir.
- Penyuluhan kepada petani agar menerima dan menerapkan PHT. Petani sebagai pelaksana utama pengendalaian hama, perlu menyadari dan mengerti tentang cara PHT dan penerapannya di lapangan.
- Pengembangan organisasi PHT. Sistem PHT mengharuskan adanya suatu organisasi yang efisien dan efektif, yang dapat bekerja secara cepat dan tepat dalam menanggapi setiap perubahan yang terjadi pada agroekosistem. Organisasi PHT tersusun oleh komponen monitoring, pengambil keputusan, program tindakan, dan penyuluhan pada petani. Organisasi tersebut merupakan suatu organisasi yang mampu menyelesaikan permasalahan hama secara mandiri.
Sasaran
Pengembangan PHT, diantaranya :
1.
Populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap berada pada
ambang ekonomi,
2.
Produktivitas
pertanian yang mantap secara kualitas
maupun kuantitas.
3.
Penghasilan dan
kesejahteraan petani meningkat, dan
4.
Resiko kesehatan dan pencemaran lingkungan rendah
(dapat ditekan).
Strategi
yang diterapkan dalam mengembangkan PHT adalah memadukan semua teknik
pengendalian OPT dan melaksanakannya dengan taktik yang memenuhi azas ekologi
serta ekonomi. Adapun Metode PHT adalah sebagai berikut :
a. Pengendalian secara Biologi
a. Pengendalian secara Biologi
Pengendalian secara Biologi yaitu dengan melakukan pelestarian
dan pemanfaatan Agens Pengendali Hayati (Agen Biokontrol). Agen Biokontrol diantaranya
adalah musuh alami seperti Predator (laba-laba), Parasitoid (Trichogramma sp), Cendawan Entomopatogen
(Beauveria bassiana, Metarhizium anisopliae), Bakteti entomopatogen
(Bacillus thuringiensis), Nematoda entomopatogen (Famili Steinernematidae
dan Heterorhabditidae) (Adam & Nguyen, 2002), virus entomopatogen (Nuclear Polyhedrosis
Viruses /NPV,
Granuloviruses /GV), dan Microsporodia.
Sedangkan agen biokontrol (agen antagonis) untuk penyakit tanaman diantaranya
adalah bakteri antagonis (Pseudomona
fluorescens), cendawan antagonis (Gliocladium sp, Trichoderma
sp).
Pengendalian
gulmapun banyak dikaji dengan menggunakan agen-agen hayati terutama kelompok
fungi karena memiliki spesifisitas yang tinggi. Sebagai contohnya, pengendalian
gulma Sesbania exaltata dengan fungi Colletotrichum truncatum (Jackson,
1996) dan Striga hermonthica dengan fungi parasit fakultatif Fusarium
nygamai (Sauerborn, 1996).
b. Pemanfaatkan tumbuhan yang berpotensi sebagai biopestisida (Pestisida Nabati).
Famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial pestisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae dan Rutaceae (Arnason et al., 1993; Isman, 1995). Adapun contoh tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati adalah P. Retrofractum, Chrysanthemum cenerariaefolium (piretrin), Nicotiana tabacum (nikotin), dan Derris spp. (rotenon), Azadirachta indica, Tithonia diversifolia (daun paitan), Piper betle Linn. (daun sirih), Philodendron martianum (akar philodendron), Philodendron bipinnatifidum (akar philodendron jari), Monstera deliciosa (akar monstera), dan Derris elliptica (akar tuba).
b. Pemanfaatkan tumbuhan yang berpotensi sebagai biopestisida (Pestisida Nabati).
Famili tumbuhan yang dianggap merupakan sumber potensial pestisida nabati adalah Meliaceae, Annonaceae, Asteraceae, Piperaceae dan Rutaceae (Arnason et al., 1993; Isman, 1995). Adapun contoh tumbuhan yang berpotensi sebagai pestisida nabati adalah P. Retrofractum, Chrysanthemum cenerariaefolium (piretrin), Nicotiana tabacum (nikotin), dan Derris spp. (rotenon), Azadirachta indica, Tithonia diversifolia (daun paitan), Piper betle Linn. (daun sirih), Philodendron martianum (akar philodendron), Philodendron bipinnatifidum (akar philodendron jari), Monstera deliciosa (akar monstera), dan Derris elliptica (akar tuba).
c. Penggunaan feromon, yaitu senyawa
pemikat untuk mengundang serangga datang ke suatu tempat yang selanjutnya
dijebak dan dibunuh juga termasuk kedalam aspek pengendalian ramah lingkungan
(Furlong & Pell, 1995). Bahkan dengan metode rekayasa, berbagai
senyawa protein anti hama dapat diproduksi oleh tanaman sehingga pengembangan
tanaman resisten semakin terbuka kemungkinannya (Kramer et al, 2000 dan
Grisham, 2000).
d.
Pengendalian secara Fisik dan Kultur Teknis.
Pengendalian secara fisik dapat dilakukan dengan membunuh/mengendalian
Organisme Pengganggu Tumbuhan secara manual, sedangkan secara kultur teknis
dapat dilakukan dengan pengelolaan ekosistem melalui usaha bercocok tanam.
Beberapa teknik bercocok tanam antara lain :
- Budidaya tanaman sehat (varietas toleran)
Yaitu penanaman varietas tahan yaitu dengan melakukan
penanaman benih sehat, melakukan pergiliran tanaman dan varietas,
- Sanitasi Lingkungan, salah satunya dengan pengendalian gulma. Hal ini dikarenakan gulma dapat menjadi inang alternatif bagi hama dan penyakit tumbuhan.
- Penetapan masa tanam
- Tanam serentak dan pengaturan jarak tanam
- Penanaman tanaman perangkap/penolak
- Penanaman tumpang sari (diversifikasi tanaman) dan rotasi tanaman
- Pengelolaan tanah dan air
- Pemupukan berimbang sesuai rekomendasi, Penggunaan kompos bioaktif yang berkualitas tinggi, juga berperan sebagai agensia hayati untuk mengendalikan penyakit tanaman, terutama penyakit yang menyerang dari dalam tanah
Pengendalian fisik dan mekanis ini
bertujuan untuk menekan/mengurangi populasi OPT/kerusakan, mengganggu aktivitas
fisiologis OPT yang normal, dan mengubah lingkungan fisik menjadi lingkungan
yang kurang sesuai bagi kehidupan dan perkembangan OPT.
- Penggunaan pestisida sebagai alternatif pengendalian
terakhir secara selektif. Selektivitas pestisida berdasarkan pada sifat
fisiologis, ekologis dan cara aplikasi. Keputusan tentang penggunaan pestisida
dilakukan setelah dilakukan analisis ekosistem terhadap hasil pengamatan dan
ketetapan ambang ekonomi/pengendalian. Pestisida yang digunakan harus yang
efektif, terdaftar dan diizinkan. Disamping itu penggunaan pestisida
berdasarkan ketepatan, yaitu tepat jenis, tepat dosis, tepat sasaran, tepat
aplikasi, dan tepat waktu.
Pengendalian Penyakit Tanaman secara Terpadu
Kegiatan pengendalian penyakit
tanaman berdasarkan prinsip Pengelolaan Hama Terpadu.
- (PHT) dimulai dari masa
pra-tanam sampai panen, bahkan rekomendasi pengendalian pada beberapa jenis
tanaman juga menyangkut pascapanen. Dalam pelaksanaan pengendalian terjadi pada
setiap fase tumbuh tanaman dengan melakukan pengamatan dan monitoring terhadap
penyakit yang menyerang. Adapun prinsip pengelolaan terhadap penyakit tumbuhan
adalah dengan strategi sebagai berikut :
- Strategi untuk mengurangi inokulum awal
- Strategi untuk mengurangi laju infeksi, dan
- Strategi untuk mengurangi lamanya epidemi.
Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman
(PHT), memiliki peranan yang sangat penting dalam mendukung adanya pertanian
Berkelanjutan. Hal ini dikarenakan dalam PHT memperhatikan cara-cara
pengendalian yang memperhatikan kesehatan lingkungan selaras dengan konsep
dalam pertanian berkelanjutan. Namun Sistem PHT mengharuskan
adanya suatu organisasi yang efisien dan efektif, yang dapat bekerja secara
cepat dan tepat dalam menanggapi setiap perubahan yang terjadi pada
agroekosistem, dimana Organisasi PHT tersusun oleh komponen monitoring,
pengambil keputusan, program tindakan, dan penyuluhan pada petani.
Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman dengan Bioteknologi
Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman dengan Bioteknologi
Pendekatan PHT dengan
Bioteknologi salah satunya adalah dengan
cara memanipulasi gen untuk mendapatkan individu baru yang unggul. Salah satu
produk dari pengelolaan organisme pengganggu tanaman adalah tanaman transgenik.
Tanaman transgenik sangat erat kaitannya dengan perlindungan tanaman. Sebagian besar tanaman transgenik sudah
diproduksi dan dipasarkan mempunyai sifat-sifat unggul yang tahan terhadap hama
atau tahan terhadap penyakit tumbuhan, atau toleran terhadap herbisida
tertentu. Varietas unggul transgenik
dihasilkan melalui rekayasa genetika, antara lain rekombinasi DNA dan
pemindahan gen.
Tanaman transgenik yang
telah disisipi oleh gen toksik yang berasal dari Bacillus thuringiensis (Bt). Contoh tanaman yang telah disisipi gen
tersebut adalah Kapas, jagung, gandum, kentang, tomat, tembakau, kedelai. Selain
Bacillus thuringiensis, rekayasa
genetika juga memanfaatkan Agrobacterium
tumefaciens. Disamping itu, Rekayasa Genetik Ketahanan Virus juga dilakukan
pada tanaman tembakau, jeruk, tomat, kentang yang disisipi gen tahan virus.
Teknologi PHT dalam pengelolaan OPT
secara terpadu juga memanfaatkan sifat allelopati. Allelopati berfungsi
melindungi tumbuhan tersebut dari pengaruh tumbuhan lain disekitarnya. Apabila
sifat tersebut dapat dipindahkan ke tanaman lain maka akan diperoleh tanaman
yang mampu mengendalikan gulma yang hidup disekitarnya.
Dampak Penerapan Teknologi PHT
Dampak Penerapan Teknologi PHT
Aplikasi Penerapan Teknologi PHT
juga memiliki dampak baik yang merugikan maupun yang menguntungkan. Dampak
negatif diantaranya :
1. Resiko teknologi bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
1. Resiko teknologi bagi kesehatan manusia dan lingkungan hidup.
Setiap jenis teknologi baik yang baru maupun yang lama apabila digunakan
dan dilepaskan ke lingkungan tentu mengandung risiko yang membahayakan bagi
manusia baik secara individu maupun kelompok masyarakat, serta berbahaya bagi
lingkungan hidup lokal, nasional maupun global. Keamanan produk-produk
bioteknologi (rekayasa genetika) masih diragukan karena kekhawatiran mengenai
resiko mengkonsumsi produk tersebut bagi kesehatan antara lain terjadi
keracunan, alergi dan resistensi konsumen terhadap obat antibiotika dan
lain-lainnya. Disamping itu, resiko pelepasan tanaman transgenik ke lingkungan masih
pro dan kontra. Hal ini dikarenakan adanya beberapa resiko beberapa ekologis
tanaman transgenik yang dikhawatirkan antara lain :
a.
Potensi perpindahan gen ke tanaman kerabat,
b.
Potensi perpindahan gen ke organisme lain bukan
kerabat,
c.
Pengaruh tanaman transgenik terhadap organisme bukan
sasaran,
d.
Pengurangan keanekaragaman hayati ekosistem,
e.
Perkembangan resistensi serangga terhadap tanaman
transgenik.
Myhr and
Traavik (1999)
2. Tanaman hasil Rekayasa genetik (toleran terhadap hama, penyakit, dan gulma), merupakan tanaman yang hanya tahan terhadap hama, penyakit atau gulma tertentu.
2. Tanaman hasil Rekayasa genetik (toleran terhadap hama, penyakit, dan gulma), merupakan tanaman yang hanya tahan terhadap hama, penyakit atau gulma tertentu.
Adapun dampak positif terhadap teknologi PHT adalah
dihasilkannya tanaman yang tahan terhadap hama, penyakit dan gulma tertentu.
Prospek dan tantangan PHT dalam Pertanian Keberlanjutan
Prospek dan tantangan PHT dalam Pertanian Keberlanjutan
Pertanian
Berkelanjutan yang memegang konsep ekologis dan berkelanjutan baik dari segi
produksi, pemanfaatan Sumber Daya Alam, Stabilitas dan Pemerataan menyebabkan
perlunya adanya sistem budidaya dan pengendalian organisme Pengganggu Tanaman
yang bersifat ekologis (memperhatikan lingkungan). Hal ini menyebabkan perlunya
pengendalian/Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman memiliki prospek pengembangan
yang cukup besar. Hal ini dikarenakan konsep PHT yang memperhatikan keseimbangan
ekosistem dan lingkungan. Hal ini didukung dengan adanya kebijakan pemerintah
dalam Peraturan
Pemerintah No. 6 Tahun 1995 tentang Perlindungan Tanaman, dan Keputusan Menteri
Pertanian No. 887/Kpts/ OT/9/1997 tentang Pedoman Pengendalian OPT. Disamping
itu meningkatnya kesadaran Masyarakat akan pentingnya kesehatan mendorong PHT
sangat perlu diterapkan. Hal ini dikarenakan dalam PHT Penggunaan Pestisida
ditekan sedemikian rupa atau penggunaan pestida digunakan sebagai alternatif
terakhir dalam pengendalian jika populasi Organisme Pengganggu Tanaman sudah
diatas batas toleransi atau di atas ambang ekonomi yang merugikan.
Kendala implementasi PHT di lapangan
Kendala implementasi PHT di lapangan
Meskipun PHT telah diterapkan oleh
petani, masih banyak teknologi PHT yang belum tersedia. Begitu pula aspek dasar
perpaduan berbagai teknik pengendalian
belum banyak diketahui. Hal tersebut disebabkan oleh :
- Rendahnya pola pikir petani tentang arti penting PHT.
- Keterbatasan sumber dana sehingga penelitian dilakukan sepotong-potong dan tidak berkesinambungan,
- Penelitian masih terbatas pada komponen pengendalian, belum mencakup penelitian dasar karena dianggap belum merupakan prioritas jangka pendek,Penelitian yang dilakukan masih terbatas pada satu disiplin ilmu, belum bersifat multidisiplin, bukan saja perlindungan tanaman, tetapi juga ekonomi, sosiologi, komunikasi, manajemen, dan lainnya,
- Belum ada koordinasi dan kerangka dasar yang menyatukan kegiatan- kegiatan penelitian guna penerapan dan pengembangan PHT, baik antarlembaga penelitian maupun antarpeneliti,
- Adanya ketidakseimbangan sebaran tenaga peneliti, fasilitas, dan dana penelitian antara lembaga-lembaga penelitian yang menangani kelompok atau jenis tanaman tertentu.
No comments:
Post a Comment